Kamis, 22 Januari 2009

HAURA, PALESTINA DAN ORANG-ORANG KERDIL


Haura, gadis kecilku yg 4 bulan lagi genap berusia 4 tahun, sudah 2 pekan ini sedang bersemangat dg berbagai hal tentang Palestina. Jika saya sedang menonton TV-One dan ada iklan tentang Palestina, dia akan berlari mendekat dan berkata ”Palestina, kasian ya, mi…” Tentu saja dia berucap begitu karena pernah bertanya tentang Palestina.

Suatu hari menjelang tahun baru, umi dan ayah menonton acara berita di TV-One, ternyata liputan ttg pemboman Israel thdp Palestina. Kita pun jadi terlibat pembicaraan yg ternyata didengerin Haura, yg lagi curious itu. “Kenapa sih Mi, itu?” saat itu sedang ditayangkan rumah sakit di Gaza yg rusak, di ruang ICU itu terbaring seorang anak kecil, kaca-kaca jendela di atas tempat tidurnya pecah, kaca berserakan di lantai. “Kasihan ya nak, kakak itu sakit. Jendela kamarnya pecah kena bom,” kataku. “Iya, kasian ya mi…” usai berkomentar ia pun kembali ke kamarnya sibuk bermain bersama boneka-bonekanya lagi.

Di hari yang lain, dia bertanya, “Mi, Palestina itu apa?” maka saya berusaha menjawab dg sesuatu yg semoga bisa dimengerti dia, “Hmm… Palestina itu Negara. Benderanya ini (saya tunjukan bendera Palestina kebetulan sedang tayang di TV), kalo kita itu orang Indonesia, benderanya merahputih.” jawab saya yg dibalas anggukan Haura, ”Ooh…” Lalu seperti biasa Haura pun kembali sibuk dg mainannya. Memang semakin tambah usia, anak balita makin banyak bertanya, makin kritis dan ingin tahu dg keadaan sekitar.

Ketika pada suatu hari Haura ikut aksi damai solidaritas mendukung Palestina, dia begitu bersemangat. Bangun tidur langsung minta mandi, “ayo mi, kita ke Palestina.” Haduh, lucu dan polosnya, padahal di hari biasa dia paling malas disuruh mandi, hehehe… Usai acara, Haura minta dibelikan lagu (nasyid Shoutul Harakah yg menceritakan perjuangan bangsa Palestina) yang tadi dia dengar saat aksi, Haura memang senang bernyanyi. Jadi ayah mencarikan, dan setelah dapat, Haura senang sekali, setiap sore usai bermain sepeda, dia mendengarkan nasyid tsb dg keceriaan khas anak-anak, bernyanyi sambil melompat-lompat. Bahkan saat neneknya (ibuku) menelpon (Haura itu suka banget ngobrol lewat telpon dg neneknya dan mbak Fira, sepupunya yg TK), eh bukannya ngobrol, malah sepanjang telpon, dia nyanyi lagu ”Harapan itu Masih Ada”, sampai-sampai ibuku tertawa geli dan berkomentar “Haduh, cucu nenek, kecil-kecil jadi mujahidah ya…” Hahaha…

Selain semangat bernasyid, Haura juga suka bermain peran bersama kakak sepupunya, main perang2an melawan Israel. Maka merekapun bergaya bak jagoan, kepala diikat tulisan ”Save Palestine”, si kakak yg berusia 7 thn membawa senapan mainan, sedang Haura membawa bonekanya, kadang juga Haura membawa kotak peralatan dokternya. Kalo jadi dokter, Haura mengobati kak Meru jika tertembak Israel. Kalo sama2 jadi pejuang sibuk berdarderdor. Dasar anak2, ada-ada saja gaya mereka, imajinasi mereka bisa bermain sesuka hati. Saya suka tertawa geli melihat tingkahpolah mereka.

Memang tragedi kemanusiaan di Gaza Palestina membuat siapa saja yang lembut hatinya utk merasa trenyuh, sedih dan berempati. Apalagi ketika melihat bayi, anak-anak kecil serta wanita-wanita yang menjadi korban terbanyak. Dunia pun terhenyak, seakan baru tersadarkan dari sesuatu yang sebenarnya sudah lama berjalan sejak puluhan tahun yg lalu, sejak Israel merasa berhak atas Negara Palestina, sejak Zionis mengusir paksa para penduduk Palestina dg moncong senjata dan bombardir bulldozer, dan setelah sedikit demi sedikit tanah Palestina berhasil mereka rampas, Israel mendirikan pemukiman2 utk warganya, maka wajar jika Hamas ingin memperjuangkan hak mereka mempertahankan Palestina sbg Negara yg merdeka.

Sungguh ironis melihat wajah dunia saat ini. Saat power masih dipegang oleh Amerika yg merupakan sekutu Israel. Walaupun dukungan terus mengalir utk rakyat Palestina dari berbagai penjuru dunia, bahkan oleh negara2 Eropa yg mayoritas beragama nasrani. Tapi di sisi lain, negara2 Arab dan negara2 bermayoritas penduduknya islam masih terlihat setengah hati dlm mendukung kemerdekaan Palestina,belum juga menemukan kata sepakat untuk secara ril menolong saudaranya. Bahkan di Palestina sendiri, daerah tepi barat yg mayoritas pendukung Fattah, seperti ”tidak peduli” dengan penderitaan saudara2 mereka di Gaza. Sebuah ironi bahwa kepentingan politik lebih mendominasi kepedulian terhadap sesama. Tapi inilah wajah dunia.

Di Indonesia pun beragam tanggapan atas tragedi Palestina ini. Dari yang mulai bersimpati, yang tidak peduli, bahkan sampai ada yg menghujat. Yg bersimpati, mengadakan penggalangan dana, rela menyisihkan hartanya, berdoa bersama, dan yang paramedis tergerak menjadi relawan kemanusiaan. Sedang yang tidak peduli, menganggap beban hidup disini saja sudah berat, kenapa harus memikirkan Negara lain, dst. Sedang yang mencibir orang2 yang ingin membantu rakyat Palestina sebisanya, mengganggap itu hanya karena kepentingan politik, agar menang pemilu, karena riya (pamer), dst. Bagi saya pribadi, orang2 yang mencibir itu sebenarnya hanyalah orang2 yang kerdil, orang2 yang tidak bisa dan tidak mau berbuat tapi hanya bisa mencari2 kesalahan orla. Kalo kita bersikap tidak peduli, itu hak anda pribadi, begitu pula yg ingin peduli adalah haknya pribadi juga. Kita seharusnya belajar saling menghormati perbedaan. Kenapa harus menghujat orang yang ingin berbuat baik?

Dan jawabannya saya rasa tergantung pada dimana hati kita berpijak. Seperti yang dijelaskan pak Mario Teguh di acara the Golden way sesi “Heal the World”, bahwa hati manusia itu terdiri dari dua titik, titik hitam dan titik putih. Titik putih yang mengajak kepada kebaikan, hal2 optimis, berpikiran positif, dst. Yang titik hitam mengajak kepada keburukan, pesimistis, mudah berprasangka buruk, dst. Titik tsb bisa diibaratkan sebagai dua ekor anjing peliharaan, si hitam dan si putih. Yang manakah yang lebih sering diberi makan oleh kita, itulah yang mendominasi hati kita.
Ayo, kita lebih sering kasih beri makan si putih atau si hitam? Hohoho…

Tidak ada komentar: