Minggu, 26 Juli 2009

BELAJAR DARI ANAK

Sabtu subuh, saya merasa perasaan yg tidak enak, smlm memang saya tidak nyenyak tidur, akhirnya saya telpon hp suami, dia sedang menjaga ibunya yg sedang koma di RS. Saat saya telpon, ternyata ibu mertua sdh dipanggil yg Maha Kuasa setelah suami selesai sholat shubuh... Lalu, saya pun siap2 untuk mengikuti prosesi pemakaman mbah putri. Haura saya bangunkan, mandi dan sarapan, lalu berangkat bersama kakak krmh ibu mertua. Haura bertanya kita mau kemana ummi? saya jwb, mbah meninggal nak, mbah mau bertemu Allah. Dia terlihat manggut2 saja, entah mengerti atau tidak.

Layaknya seorang gadis kecil berusia 4 thn, Haura selalu ceria, ingin tahu dan tidak bisa diam (lincah). Saat melihat mbah yg terbujur kaku, Haura malah minta melihat wajah mbah, tanpa rasa takut, dia bergumam, "Hmm... mbah kok wajahnya putih ya?" lalu dia sibuk mengamati wajah mbahnya.

Saat, pemakaman, br turun dari mobil, dia berkata, "Wah, kita di kuburan. Jadi lupa-lupa ingat nieh..." Haura memang lg suka band Kuburan yg membawakan lagi hits Lupa-lupa Ingat. Sepanjang perjalanan, ada2 aja ocehannya, apa yg dia liat selalu dikomentari, kalo dia penasaran, selalu bertanya pd saya. Saat dia melihat ayahnya berada di lubang kuburan utk memasukkan jenazah mbah, dia panik, "ummi... Ayah nanti naiknya bagaimana, itu kan dalem?" lalu dia berdiri paling depan, melongok ke dalam lubang, memperhatikan dg seksama dan mulutnya pun tak bs berhenti mengoceh atau bertanya, seperti, kenapa tanahnya harus dibulet-buletin dulu? kenapa pake bambu? knp mbah dipenjara? (dia menganggap mbahnya itu dimasukan lubang seperti di penjara, krn ukuran lubang yg sempit dan di sekelilingnya ada tonggak2 bambu. Kenapa harus ditaburin bunga? Dst, dst, apapun selalu menarik bagi gadis kecilku ini.

Menyaksikan momen mbah putrinya meninggal, yg bagi orang dewasa sangat menyedihkan, baginya adalah suatu pengalaman baru. Dia bisa menceritakan kembali kpd temannya bgm dia "mengantar" mbah putrinya dg gayanya yg ceria, khas anak2.

Putri kecil saya ini, selalu terlihat bahagia, ceria, tanpa ada beban. Suatu hari, dia bercerita pd saya, bahwa ia ingin menjadi orang kaya. Wah, dari mana kosakata itu, saya jadi tergelitik utk bertanya lebih jauh.
Haura : Ummi, aku mau jadi orang kaya, ah.
Ummi : Hmm... memangnya orang kaya itu apa?
Haura : itu lho, yg rumahnya tingkat, ada tangganya, punya mobil, ada kolam renangnya, kamarnya ada gambar putri, bagus deh... aku mau, ummi
Ummi : Ooh, gitu... Kalo gitu, Haura rajin berdoa, minta sama Allah ya biar jadi orang kaya.
Haura : Iya.
Hmm, saya jadi berpikir, kapan ya dia mulai mencerna sesuatu yg dia lihat, mulai menginginkan dan mengkhayalkan sesuatu.

Saat, Haura saya ajak menjenguk sepupu yg melahirkan, saat melihat bayi mungil, dia senang sekali. Dia pun berkata, "ummi, cepetan donk, adikku lahir..." hehe... sabar ya nak, nanti bulan desember ummi baru melahirkan.

Saat saya sedang bete dan jenuh dg rutinitas, melihat Haura dg segala polahnya seperti obat mujarab bagi saya. Melihatnya semakin besar, semakin banyak hal2 yg menakjubkan, saya tidak menyesal memilih menjadi ibu rumahan...

Ah, gadis kecilku...
Teringat kata seorang teman, bahwa orang dewasa pun bisa belajar dari anaknya.
Betapa indahnya dunia dalam alam berpikir anak-anak.
Begitu jujur, polos dan indah.

Ajari, ummi ya nak...
Bantu ummi belajar menjadi ibu yg baik untukmu...

Sabtu, 11 Juli 2009

Semangat Dalam Menjalani Hidup!



Ini tulisan note di fesbuk... ditulis tgl 21 Juni 2009,
to remind me...how much i love my little girl...

Minggu pagi yg cerah, Haura blom jg bangun.
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah di pagi hari, waktunya utk sedikit orat-oret...

Dua minggu ini bener2 ujian, dg sakit yg mendera. Gangguan khas kehamilan msh sedikit terasa, mual2 dan rasa mudah lelah, lalu kena sembelit, yg berakhir dg hepi end (dg perjuangan setiap hr makan pepaya, omg, biasanya ini buah yg paling kujauhin, tp demi sehat, kunyah telan, glek, beres kok...),alhmd sembelit hilang, lalu dtglah radang tenggorokan (tiap mlm batuk2 berkepanjangan, perut sakit dan yg pasti gak nyenyak tidur..), utk yg ini saya pun harus ke dokter,alhmd sdh membaik, tp krn kondisi msh lemah,datanglah dg manisnya si pilek yg membuat idung mampet selama 3 hr, subhanalloh...bersamaan dg itu saya salah posisi tidur yg berakhir dg kram punggung... Hahaha...sungguh hari-hari perjuangan...

Alhamdulillah, Haura si 4 thn ini sangat pengertian. Di usianya, dia bisa berempati terhadap ibunya. Saat ibunya muntah2, dia sangat sigap mengambilkan umminya tissue dan segelas air putih, subhanallah... Lalu saat ibunya pegal2 dan sulit bangun dari posisi duduk ke posisi berdiri,dia pun sigap membantu saya berdiri (pdhl dg tenaganya,dia tak cukup kuat menarik saya, tp saya menghargai usahanya, dan mengucapkan terimakasih atas bantuannya). lalu saat saya duduk, dia memijiti punggungku dg tangan2 mungilnya, "bgmn ummi, enak? ujarnya polos, lalu kujawab: "iya sayang, trmksh..." duh haru bgt...SUBHANALLAH...

Betapa anak adalah karunia terindah.
Terimaksih Allah telah KAU titipkan seorang gadis kecil yg manis dalam hidupku...
Ia yg memberiku semangat dalam menjalani hidup...

Kemarin, saat tiba di sekolah, Haura mendapat piala karena menjadi juara 2 di kelas, yg mjd juara 1 adalah teman sebangku dan gadis kecil yg mjd sahabat haura di sekolah. Masalahnya bukan mendapat piala atau juara yg menyenangkan hati saya, tp karena ternyata Haura bahagia sekolah. Dia menikmatinya. Kemarin waktu libur beberapa hari sebelum bagi rapor, dia bertanya:"ummi, kenapa sih Haura gak sekolah-sekolah?" lalu kujawab krn sdg libur sekolahnya. "Wah, aku bosen.. mau sekolah.." Wah,setelah bagi rapor ini,benar2 libur panjang (satu bulan...), kudu kreatif agar Haura gak bosen nieehhh...

Oh Haura, i love u, nak...
Maafkan ummi yg blom kreatif...
Maafkan ummi jika masih blom menjadi ibu yg baik utkmu...

Mengutip tulisan teman,
"Ibu yang baik adalah ibu yang membiarkan dirinya menjadi pribadi yg tumbuh seiring dg tumbuhnya sang anak."
Smg bisa ya...

Kamis, 09 Juli 2009

Ibu Stres, Anak mjd Korban


Suatu ketika, saya sedang berkunjung krmh teman. Kumpul-kumpul dg 5 orang ibu beserta anak2nya. Suasana ceria, anak2 bermain bersama, kadang terdengar teriakan atau ada yg menangis, namun anak-anak bahagia bisa berkumpul bersama. Para ibu bisa asyik mengobrol,sambil sesekali meredakan tangis, mendamaikan saat ada yg berebut mainan, dst. Saat pulang, saya sudah berada di luar rumah. Tiba-tiba,saya dikagetkan dg suara bentakan. Kaget karena tidak menyangka tmn saya itu bisa membentak putrinya seperti itu. Hanya krn putrinya tidak mau bicara apa yg dia inginkan.

Saya jadi teringat pengalaman saya sendiri, saat sedang stres, seringkali kita sbg ibu tidak bisa mengontrol emosi kita, anak yg sedikit rewel, bisa saja membuat aliran darah di otak langsung naik, emosi memuncak dan sang anak pun menjadi korban semburan omelan. Padahal kesalahan anak hanya hal yang sepele, tp jika ibu sedang stres, hal yg kecil pun bisa menjadi besar.

Apa jadinya jika stres sang ibu sudah kronik? apa jadinya jika stres sang ibu tak pernah padam? dan apa jadinya jika ibu tidak jua bisa menyalurkan stresnya? Maka hari-hari anak yg seharusnya indah, berubah menjadi menakutkan. Anak menjadi pemurung, pendiam, penakut dan gelisah, karena ia takut menjadi sasaran omelan sang ibu, takut membuat marah sang ibu lagi. Tapi ada lagi anak yg menjadi pelampiasan sang ibu, tumbuh menjadi anak yg agresif, sang pembuat onar.

Itu baru bentakan, yg jika dilakukan sang ibu di depan umum, bisa meluluhkan harga diri sang anak, merontohkan kepercayaan dirinya. Bagaimana dg cubitan,jeweran, pukulan, dst? Hukuman-hukuman fisik yg dari level ringan sampai penyiksaan yg mengerikan (child abuse), seperti apa yg pernah saya baca dlm kisah masa kecilnya Dave Pletzer dalam triloginya yg diterbitkan Pustaka Gramedia.

Oh my God, astagfirulloh...
Betapa ibu adalah madrasah pertama sang anak.
Adalah ibu adalah teladan pertama sang anak.
Dalam rahim hangat sang ibu, janin bisa tumbuh dg bahagia.
Namun ketika ia lahir, ia dibesarkan dg cara yg salah...
Apa jadinya jika kita membiarkan anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi pendendam, hanya karena ketika ia kecil, sang ibu adalah monster baginya...??

Ya Allah...
Ampunilah kami,para ibu yang seringkali lalai menjaga amanahmu...

Menurut press release Komnas Perlindungan Anak,disebutkan bahwa bentuk kekerasan yg dapat menimpa anak yg dilakukan ortu:
1.Kekerasan Fisik, seperti: menampar, menendang, memukul, membenturkan, dst.
2.Kekerasan Psikis, seperti: penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan anakdi depan umum,melontarkan ancaman,dst.
3.Kekerasan Ekonomi/penelantaran,seperti: memaksa anak bekerja menghidupi keluarga misalnya dg menjadi pengemis, pengamen, pengasong jalanan, PSK, dst.

Dlm majalah UMMI yang saya baca ada beberapa TIPS agar ibu bisa belajar mengelola emosi,antara lain:
1. Menyadari bahwa diri sedang stres
Menurut Psikolog Leli Latifah, saat ibu sadar ia stres, cobalah menahan diri untuk tidak melakukan reaksi spontan terhadap apapun.
2. Mengetahui/mencari sumber stres utk mendapatkan solusi
Stres, menurut DR. Seto Mulyadi, dpt disiati dg belajar bersyukur dan mengembalikan segala sesuatunya pd kekuasaan yg di atas. Dg bersyukur, kita akan memandang ujian yg akan membuat kita lebih kuat/ tahan banting.
3. Menciptakan hal-hal yg menyenangkan.
Seringkali ibu menjadi stres karena merasa tak punya waktu khusus untuk dirinya sendiri. Maka istirahatlah sejenak ketika alarm lelah berdendang. Carilah waktu yg bisa memberi kesempatan bagi ibu untuk refreshing, menyegarkan pikiran dan tenaga. Minta tolonglah pd pasangan/keluarga dekat misal ortu kita untuk menjaga si kecil saat kita ingin istirahat sejenak. Olahraga, menghirup udara pagi yg segar dan murah senyum adalah salah satu cara efektif melepaskan stres. Bisa juga dg melakukan hobi-hobi atau minat,pokoknya lakukan hal-hal yg menyenangkan bagi anda. Setelah kesegaran itu datang,insya Allah stres pun hilang dan kita pun dapat menjalani hari-hari dg ceria kembali, walaupun harus kembali tenggelam dlm rutinitas, namun semangat yg baru akan memberi nuansa yg berbeda dlm hidupkita. Percayalah...,hehe...soalnya tips yg ketiga ini dari pengalaman pribadi saya, wekekek...
4. Dekatkan hubungan kepada Sang Pencipta
Menurut DR. Setiawan Budi, stres adalah sesuatu yg alami dan natural. Ia bisa menjadi positif atau negatif tergantung bgmn seseorang mengelola jiwanya. Bagi seorang mukmin, apapun akan dihadapinya dg positif, makin beriman seseorang, semakin pandai ia mengelola stres.
Sebenarnya anak dapat menjadi pengobat stres jika cara pandang ortu thdp anaknya positif. Contoh, ketika ortu sedang deadline, anak-anak ribut, jika sang ayah marah2, semakin stres ia, berbeda jika ia memandang anak sbg hiburannya, jika tidak ada anak-anak akan sepi hidupnya, selalulah berpositif thinking.
Dlm pandangan Islam, ada 4 langkah mengatasi stres, a.l:
(1) Ridho, menerima kenyataan dg ikhlas. (2) Ikhtiar (usaha), optimal utk menjalani dan mengatasi realitas, (3) Tawakal, enyerahkan segalanya kepada Allah, (4)Rojaa' (berharap), berharaplah dan bergantung kepada Allah, bukan kepada makhluknya yg hanya dapat menimbulkan kekecewaan jika ia tidak bs membantu kita.

Yang pasti, jangan biarkan stres berlarut-larut. Sebelum ia menjadi sumber penyakit fisik dan kronik, siapkan diri untuk selalu siap dalam menghadapi persoalan hidup dan menyandarkan haraan dan kepasrahan kepada Allah. Semoga kita bisa ya... demi masa depan anak-anak yg lebih baik, aamiin...

Minggu, 05 Juli 2009

PINGIN JAGO MASAK


Waaah...tiap kali nonton Fara Quinn masak iri aku, hehehe... Asyik ya jago masak,bs kreatif dlm mengolah makanan. Niat sih udah membara,bikin kliping dr tabloid Nova,mjlh kartini,koran Sindo, dst... ampe penuh 1 folder, tp ya itu... baru sekedar niat.Udah ada yg dicoba2 praktek,tp ya masih byk blomnya, hahaha... alasan melulu deh...

Mungkin krn umminya gak jago masak, haura juga makannya jd pemilih. Maunya tiap hari udang goreng tepung melulu. Kalo aku masak yg lain,makannya jadi berkurang,gak selahap kl makan pake udang. Yah,jd bingung...
Pernah juga itu udang aku masak dg bumbu saus tiram, eh dia gak doyan, kekeuh maunya udang tepung,gak variatif bgt ya...

Ada yg bs kasih saran???

Sabtu, 04 Juli 2009

Mencintai Bukan Memanjakan


Beberapa waktu lalu, saya membaca note seorang teman ttg masa kecilnya.
Saat ia kecil, saat ia minta dibelikan lego kepada ibunya, sang ibu tidak mengabulkan permintaannya, walaupun uangnya ada. Akhirnya temanku membuat lego sendiri dari kardus bekas, menyusun potongannya dg kreativitasnya sendiri. Setelah sang ibu melihat usaha sang anak,iapun baru membelikan lego yg diinginkan sang anak. Ternyata sang ibu hanya ingin melihat kesungguhan/kegigihan si anak. Ia tidak ingin sekedar mengabulkan permintaan anaknya dg mudah, ia ingin anaknya berusaha dulu. Ia ingin mendidik anaknya bahwa untuk mendapatkan sesuatu perlu usaha, bukan dg sim sa labim, ada!

Seperti juga kisah yg saya baca di majalah kuncung saat saya anak2, saat itu si anak ingin dibelikan sepeda, tp si ayah meminta si anak utk menabung dg cara menyisihkan sebagian uang jajannya di celengan ayam sampai penuh. Si anak sangat bersemangat menabung,bahkan ia rela tidak jajan, agar uangnya bisa lebih byk ditabung di celengan ayam. Hari demi hari berjalan,libur sekolah pun tiba. Celengan ayam si anak terasa penuh,iapun datang ke ayahnya menagih janji ayah untuk mengantarkannya membeli sepeda,si ayah menyetujuinya. Hari itu celengan ayam dipecahkan,si anak dg bahagia mengumpulkan uang-uang receh tabungannya memasukkannya ke dalam plastik kresek.Lalu ia dan ayah pergi ke toko sepeda di pasar. Si anak pun mendapatkan sepeda yg telah lama ia inginkan,walaupun harga sepeda yg dibayarkan dari kantong sang ayah lebih byk daripada uang celengan si anak. Namun ayah merasa bahagia krn telah mengajarkan anaknya arti kesabaran dan usaha untuk meraih keinginan.

Seringkali kita mencintai anak dg memanjakannya, tanpa sadar kita selalu mengabulkan apapun keinginan anak kita dg mudah. Dg uang,tentu apapun bisa kita beli. Tapi saat anak dg mudah mendapatkan apapun yg ia inginkan tanpa perlu bersusah payah,ia akan belajar "memanipulasi" agar keinginannya terkabul, contoh ia akan belajar jika ia merengek atau menangis, pasti si ibu tidak tega dan akan segera mengabulkan permintaannya.Saat dewasa kelak, ia akan tumbuh menjadi pribadi yg egosentris, selalu ingin diperhatikan dan ingin dilayani. Ia tidak terbiasa "berjuang" sehingga saat menghadapi tekanan, ia tidak mudah "survive".

Sudah banyak contoh di sekitar kita, bgmn orang sukses lebih banyak lahir dari kerja kerasnya.

So, ini pe-er kita para ortu, tantangan agar kita bisa mendidik anak2 kita menjadi pribadi yg tangguh, sang pekerja keras.

Smg kita bisa ya...
Seperti lagu dlm iklan susu anak, yg kebetulan sering sekali disenandungkan putri saya "Aku bisa... aku pasti bisa... Ku takkan berputus asa... Karena ku bisa... aku bisa...aku pasti bisa...!!!" aamiin...

Kamis, 18 Juni 2009

KETIKA ANAK BERTANYA


Sejak usia 3 thn, Haura sangat senang berkomentar tentang apapun yg menarik baginya. Dia suka bertanya "ini apa,itu apa?" tp saat itu pertanyaannya msh mudah utk dijawab krn msh seputar bertanya tentang objek. Setelah usianya bertambah, sekarng di usianya yg genap 4 thn,mulai muncul pertanyaan2 yg sulit.

"Sulit" bukan pd pengertiannya tp pd bgmn memberi pemahaman yg pas utknya. kadang sebelum menjawab saya berpikir,apakah jawaban saya ini akan mudah dipahaminya atau tidak,saya berusaha mencari2 kata sederhana yg mudah dipahaminya. Tp itulah letak kesulitannya bagi saya. Dg pengetahuan saya yg terbatas, bingung juga jika dia bertanya hal-hal yg abstrak. Seperti suatu hari, saat kami sedang melihat album foto pernikahan. Saat itu ia melihat foto saya dan suami.

Haura : Ummi,kok Haura gak ikut foto sih?
Ummi: Iya, nak. Kan Haura blm lahir ke dunia.
Haura : Lalu aku ada dimana dong, mi? oh... aku ada di perut ummi ya?(sambil tersenyum)
Ummi : Bukan, kamu itu msh sama Allah, disana di atas. (sambil menunjuk ke atas)
Haura : (melihat ke atas) Kok di atas? Emang Allah itu apaan sih?
Ummi : (mulai bingung, kayaknya tadi salah milih kata ya?) Hmm.. Allah itu ya Tuhan yang menciptakan kita.
Haura : Kok aku sama Allah sih. Kan Haura mo ikut ummi. Emang Allah kayak gimana sih? wajahnya kyk siapa?
Ummi : (aduh semakin bingung jwbnya) Allah itu tidak kelihatan, seperti udara, ada tapi tidak terlihat.(Dia ngerti gak ya?)
Haura : Iya, wajahnya kayak siapa?
Ummi : Ya, gak kayak siapa2... (aduh..udah dong nak, berhenti nanyanya,takut salah jawab...)
Lalu aku buka lembaran album dan memperlihatkan foto yg lain (utk mengalihkan pembicaraan,hehehe..).Akhirnya, sukses, si Haura lupa bertanya lagi. Maafin ummi ya nak... Belum pandai memberi jawaban sederhana yg masuk akal untuk anak. Hiks, harus belajar lagi nih.

Lalu saat saya membaca sebuah artikel di majalah Ayahbunda, disebutkan bahwa anak-anak usia 4 thn memang sangat ingin tahu mengapa segala sesuatu terjadi. Kata "mengapa" langsung dikaitkan dg sesuatu seperti, "mengapa anjing menggonggong?" Yang ada di pikiran anak saat bertanya "mengapa" adalah "Wah,menarik sekali. Ceritain dong, anjing itu apa?" Ternyata, anak-anak usia ini tidak butuh penjelasan sebab akibat. Mereka hanya butuh perhatian dan ingin Anda bercerita apa saja tentang sesuatu yg ditanyakannya. Menjwb pertanyaan atau sekedar bercerita tentang topik yg diajukan anak merupakan 'makanan'bagi rasa ingin tahunya. Jawaban2 yg diterimanya akan meningkatkan rasa ingin tahunya dan memberi pemahaman lebih baik ttg arti kata.

Saran di majalah tsb, saat anak terus menerus bertanya "mengapa" dan membuat kita lelah dan berharap "mengapa" itu segera berakhir... adalah "bersabar"... Huaaa... bersabar lagi... bersabar lagi... Perjuangannya para ibu nih. Yup! Semangat...!!!!

Jumat, 05 Juni 2009

PINGIN ANAK PINTAR MEMBACA


Dalam obrolan ringan dg para ibu, kebanyakan mrk khawatir anaknya tidak bisa membaca saat TK. Mungkin karena di Indonesia, salah satu syarat tidak tertulis masuk SD adalah anak harus sudah mampu membaca dan menulis. Sehingga wajar jika banyak ibu yang gelisah jika anaknya sudah TK B tapi belum lancar membaca, ada anggapan jika belum bisa membaca berarti si anak bodoh, dst, akhirnya les membaca menjadi marak hanya agar bisa mengejar “ambisi” agar anak bisa cepat membaca. Fenomena ini membuat saya bertanya-tanya di dalam hati. Saya juga punya teman yg tinggal di luar negeri yg anaknya seusia putri saya, disana metode pendidikan usia dini lebih fun karena anak-anak usia balita tidak dipaksa harus bisa membaca dan menulis.

Sebenarnya pada usia berapa anak sudah mampu membaca? Tentu jawabannya relatif, tergantung si anaknya. Ada anak yang cepat bisa membaca, ada yg perlu waktu lebih lama utk mampu membaca. Tapi satu yg harus diingat, bahwa bukan berarti anak yang lebih lambat itu bodoh, yg cepat itu pintar. Karena menurut saya, kecerdasan seorang anak tidak hanya dilihat dari seberapa cepat ia bisa membaca. Ada kecerdasan-kecerdasan lain yg juga patut kita apresiasi/hargai. Kata para ahli nih, ada 10 ruang kecerdasan ataw bhs kerennya Multiple Intelligence, yaitu: Kecerdasan Berbahasa, Kecerdasan Matematis, Kecerdasan Sebab-akibat (Logika), Kecerdasan Spasial-visual (kecerdasan yg berhubungan dg bentuk, ruang dan warna), Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Interpersonal (pandai membuka dan memelihara hubungan dg orla), Kecerdasan Intrapersonal (peka thd dirinya, sng mengintrospeksi dan merenung), Kecerdasan Spritual, dan terakhir, Kecerdasan Finansial (kecerdasan dlm mengelola keuangan). Nah, banyak kan jenis kecerdasan itu.

Ini ada ilustrasi singkat, kalau kita ditanya: “Di antara para Rudy ini, yg manakah yg paling pintar? (1) Rudi Khoiruddin (2) Rudi Hartono (3) Rudi Hadisuwarno (4) Rudi Habibie.” Pastinya kebanyakan orang akan menjawab serentak: Rudi Habibie, krn dia seorang engineer, pastinya pintar donk. Nah, mau tahu jawabannya?? Yg benar adalah: eng..ing..eng… Semua Rudy tsb pintar2 semua. Lho? Iya lah. Mereka pintar dalam bidang mereka masing2. Siapa yg gak kenal koki nusantara Rudi Khoiruddin, yg keahliannya memasak patut diacungi jempol. Lalu Rudi Hartono, atlet bulu tangkis legendaris yg selalu mengharumkan Indonesia. Berikutnya, Rudi Hadisuwarno, ini dia jagonya tatanan rambut. Jadi?? Bisa disimpulkan sendiri yaa…

Balik lagi tentang kemampuan baca dan tulis.
Kemampuan membaca dan menulis sebenarnya merupakan kemampuan yg kompleks yg dapat dikuasai melalui proses bertahap selama masa perkembangan anak, sejak usia kurang dari 2 tahun sampai usia sekolah dasar. Jadi, karena ada proses yg bertahap, tidak salah jika kita mulai mempersiapkan anak sejak dini untuk mengenal dan menguasai kemampuan awal membaca, tentu yg sesuai usia anak dan tidak membebani mereka. Seringkali ortu menuntut anak harus cepat bisa, apalagi jika ada anak lain yg sudah bisa. Padahal kemampuan tiap anak berbeda-beda. Jangan sampai anak stres karena tuntutan ortu yg terlalu tinggi.

Satu pedoman yg harus diingat ortu adalah dunia anak adalah dunia bermain. Apalagi di usia mereka yg masih balita kebutuhan bermain mrk masih tinggi sehingga cara kita mengajarkan anak adalah dg bermain. Tidak mudah bagi seorang balita untuk duduk manis di depan meja dalam waktu yg lama. Mereka cepat bosan. Kita bisa membuat variasi belajar, misalnya dg bermain peran, ibu berpura-pura jadi murid, anak menjadi guru. Bisa juga saat dalam perjalanan, kita bisa bermain adu cepat, “Ayo siapa dulu-duluan melihat tulisan ‘mal?’ dst” Kita bias menggunakan tulisan yg ada di plang-plang di pinggir jalan, pasti anak semangat mencari dan tanpa disadari dia sedang diajarkan membaca. Kita juga bisa bermain tebak gambar dg membaca huruf-huruf yang tersusun. Bisa juga dg menggunakan media sehari-hari di rumah, seperti saat ibu membaca majalah, ajak anak untuk menyebutkan huruf-huruf judul/headline suatu rubrik. Lalu bertahap, setelah anak semakin lancar mengeja huruf, ajarkan membaca kata yg terdiri atas dua suku kata yg sederhana, seperti TO-PI, dst. Sehingga dg metoda bermain, anak tidak merasa terbebani saat belajar, ia pun akan menikmati proses belajar yg fun.

Satu lagi, kemampuan manusia mempelajari sesuatu dipengaruhi oleh minatnya. Minat dapat ditimbulkan melalui kebiasaan-kebiasaan yg dijalani sejak usia dini. Termasuk dlm hal membaca. Kebiasaan membaca dalam keluarga memegang peranan cukup penting, karena anak belajar dari contoh yg biasa dilihatnya sehari-hari. Jangan heran jika ortu hobi membaca, maka si anak akan ketularan hobi membaca, dan biasanya anak-anak seperti ini lebih cepat bisa membaca karena terdorong kemauan untuk bisa membaca sendiri. Terlebih lagi jika ortu punya kebiasaan mendongeng atau membacakan cerita pada anaknya. Hal tsb merupakan stimulus yg baik untuk menggugah minat membaca anak.

Memang ada kalanya setelah kita telah mengupayakan segala macam cara, tapi anak kita masih terlihat ogah-ogahan membaca. Don’t be panic, mom! Be patient! Jangan stres jika anak belum bisa membaca, terus ajari anak tahap demi tahap, hargai dan pujilah sekecil apapun kemajuan yg dicapai anak. Penghargaan dari ibu adalah motivasi yg sangat berarti bagi sang anak. Maka, tunggulah saatnya tiba ketika buah hati Anda akhirnya lancar membaca. Tentu itu lebih menyenangkan daripada membebaninya ikut les membaca,bukan? Tapi hati-hati, khusus utk anak yg telah berusia 7 tahun tp blm bisa membaca, mungkin perlu ada terapi khusus.

(1 Juni 2009, utk putriku, Haura yg sedang belajar membaca, ayo semangat nak!)

Rabu, 06 Mei 2009

KASIH SAYANG GURU


Berhubungan dengan anak-anak dg berbagai tingkah polahnya ternyata menyenangkan. Banyak yg bisa dipetik saat melihat kepolosan dan kejujuran mereka.

Tanpa sengaja, saat saya sedang merapikan tas suami, saya menemukan sebuah surat tulisan tangan seorang gadis kecil, usianya 9 tahun. Penasaran, saya baca tulisannya. “Pak Damsir, meskipun bapak sudah tidak ada di sekolah, tapi bapak tetap ada di hati kita semua. Pak, aku akan selalu mengingat bapak.”

Surat tsb adalah perwakilan surat-surat lainnya yg ternyata sangat banyak didapat suami dari murid-muridnya saat ia memutuskan pindah sekolah. Lucu, polos dan tulus… Saya baru menyadari ternyata suami saya begitu dekat dg murid-muridnya. Saat perpisahan formal yg diadakan di sekolah, murid2 kelas 4 dan 5 menangis sesenggukan saat suami saya memberi sepatah kata, tak sedikit orangtua murid yg hadir pun menitikkan airmata. Padahal suami saya bukan guru kelas ataupun guru bidang studi, dia seorang kepala sekolah, tapi murid-murid ternyata sangat dekat dgnnya. Dulu saat saya masih SD, saya tidak dekat (malah takut) dg kepala sekolah.

Saya perhatikan memang suami saya itu seperti punya “magnet” dg anak-anak. Ada chemistry yg terjalin antara dia dg murid-muridnya. Suamiku itu mudah sekali akrab dan dekat dg anak-anak, bahkan yg baru kenal sekalipun. Saat putri saya sedang ngambek, suami bisa menemukan cara yg membuat gadis kecil kami berhenti menangis.

Dulu saya tak pernah membayangkan bersuamikan seorang guru. Karena basic pendidikan saya teknik, saya membayangkan profesi suami saya tidak jauh dari basic saya, tapi Allah mempertemukan saya dg suami yg memang sejak awal berniat menjadi seorang guru dan memilih kuliah di IKIP. Bandingkan dg meraka yang mjd guru karena tidak ada pilihan lain (tidak diterima kerja di perusahaan2) sehingga daripada nganggur akhirnya memilih mjd guru. Tentu,”roh” menjadi gurunya beda, karena motivasi/niat yg mendasarinya juga berbeda.

Walaupun saya berasal dari keluarga guru, tapi saya sama sekali tidak berminat menjadi guru. Saya sadari saya bukanlah orang yang sabar. Rasanya menjadi guru lebih kepada pengabdian dan cinta. Menurut saya, menjadi guru haruslah lahir dari cinta yg dalam terhadap anak-anak didiknya. Kebahagiaan para guru adalah melihat anak-anak didiknya berhasil/mjd orang besar dan sukses.

Waktu membaca Laskar Pelangi dan juga saat menyaksikan film layar lebarnya, airmata saya terus menetes membayangkan perjuangan ibu Muslimah, seorang guru muda di daerah pinggiran, dimana kemiskinan begitu mendera warganya. Kegigihan sang guru dalam keterbatasan dan kegetiran hidup mampu memberi setitik cahaya harapan bagi murid-muridnya.

Tidak ada seorang pun orang hebat di dunia ini yang bisa berhasil tanpa peran serta guru. Kebaikan hati yg telah guru torehkan, akan selalu membekas dalam jiwa setiap anak didiknya.

Menjadi guru ternyata tidak sekedar mengajarkan ilmu, tapi juga mengajarkan keluhuran budi pekerti. Guru adalah contoh nyata para murid-muridnya. Bahkan untuk beberapa kasus, ada anak yang lebih menurut dg perintah gurunya daripada orangtuanya. (07/05/09)

Selasa, 10 Februari 2009

UANG 500 RUPIAH SANG PENYELAMAT


Pernah gak kamu ngalamin kejadian yg paling konyol dalam hidup loe? Pasti ada lah ya… Pernah juga kan ngalamin kejadian paling memalukan dalam hidup loe? Iya juga kan…

Nah, pada suatu hari… (taela kayak permulaan cerita dongeng, hehehe…), saya kehabisan uang belanja. Waktu malemnya, saya membatin besok tinggal minta ah ama misua, tapi besok paginya saya malah lupa berat. Suami berangkat kerja dan saya baru sadar pas mau ke warung, waktu ngintip dompet, ya ampun uangku tinggal 5 rb doang. Ya udah, saya urungkan niat belanja sayur, dg rencana ambil uang dulu di ATM, pulangnya baru beli makanan matang di warung padang.

Setelah merapikan Haura, ada juga rasa was-was di hati. Ini uang di dompet bener2 cuma pas buat ongkos angkot pp (pulang-pergi), khawatir ada apa-apa saya cari2 uang receh, di dompet cuma ada logam cepek, dua ratusan dan gopek yg kalo ditotal berjumlah 3rb. Saya pikir cukuplah, kan ATMnya deket. Maka dg pedenya saya berangkat bersama gadis kecilku.

“Mi, pulang dari ATM, kita ke Alfa ya..” Seperti biasa putriku itu paling suka jajan makanan di Alfamart/Indomaret dekat rumah, baginya dua toko nirlaba itu sama2 bernama Alfa. “Ok..” Lalu kamipun naik angkot D-04 ke arah terminal Depok.

Tiba di ATM Mandiri, ketika masuk, saya lihat ada tulisan kurang lebih isinya minta maaf ATM sdg tidak bisa digunakan. Ya ampun, saya mulai dag dig dug. Haduh, gimana nih, karena bingung dan gak pake mikir, saya naik angkot lagi menuju ATM yg lain di dekat pasar Nusantara. Sampai sana, lagi2 di ATMnya ada tulisan yg sama. Waduh saya bener2 kehilangan akal sehat, shg bukannya pulang dulu ambil buku tabungan, saya malah tetap melanjutkan naik angkot ke BSM Margonda depan terminal.

Sampai di bank, dg penuh harap saya menuju teller, dan sesuai prosedur, saya tidak bisa mengambil uang tunai karena tidak membawa buku tabungan. ATM baru bisa digunakan kembali jam 3 sore. Ya ampun, saya lirik jam arloji saya masih jam 10 pagi, masak saya harus menunggu selama itu. Malah perut mulai laper pula. Kasihan juga kan putri kecil saya. Saya ingat di rumah masih ada stok makanan instan, yaitu mie, telur dan corned. Akhirnya saya memilih untuk pulang saja, dari terminal Depok tinggal naik sekali angkot menuju rumah.

Pas di dalam angkot, saya baru nyadar kalo uang saya yang tersisa cuma 2000 rupiah, haduh kurang 500 buat bayar ongkos pulang. Angkot terus berjalan dan saya bener2 merasa sangat-sangat bodoh. Kenapa saya tadi nekat ke BSM tanpa membawa buku tabungan, dan sekarang saya bakal kena omel sang sopir krn ongkos yg kurang. Apa saya jujur saja ya sama si abang kalo saya bener2 tidak punya uang. Haduh… malunya itu minta ampun. Saya berdoa pada Allah agar diberi pertolongan. Saya mulai mengkhayal dg harap khayalan mjd nyata, ada teman saya yg tiba2 naik angkot ini. Lalu saya telp adik bungsu saya (berhub kampusnya dekat rumah saya), berharap dia bisa menjemput kami di depan gang dan membayar ongkos yg kurang. Ternyata hp dia gak aktif. Di saat bingung itu, saya teringat untuk mengorek2 bagian dalam tas kecil saya, biasanya saya suka menaruh uang recehan kembalian di kantong resleting tas. Di kantong itu saya menemukan permen (yg langsung saya makan saking stresnya), kertas struk belanja, dan akhirnya ada sebuah logam kuning yg saya cari2. Uang 500 rupiah, sang penyelamat…!!! Alhamdulillah, batin saya menjerit gembira dan bersyukur. Haru menyeruak hati ini.

Alhamdulillah uang 500 rupiah ini telah menyelamatkan saya dari kebodohan saya, yang tidak berpikir matang dalam bertindak.
Bener-bener pengalaman konyol dan memalukan yaaa…?

GADIS KECILKU, HAURA…


Bercerita tentang Haura memang tidak ada habis-habisnya. Gadis kecilku sekarang berusia 3,5 tahun, tidak terasa waktu berjalan, rasanya masih lekat dalam ingatan, saat-saat baru melahirkannya. Saat pertama kali melihat dia dalam pelukan, dg pipi tembem, wajah hitam manis dan rambutnya yg lebat. Wajah Haura bagaikan pinang di belah dua dengan ayahnya, namun semakin besar tingkahnya lebih mirip saya ketika masih kecil dulu, lincah, centil, ingin tahu dan sok tahu, hehehe…

Haura… gadis kecilku ini adalah anugerah terindah yang dititipkan Allah untukku. Rasanya hidupku saat ini berpusat padanya. Menyenangkan sekali bisa melihatnya tumbuh berkembang dari hari ke hari. Mungkin itu salah satu keuntungan menjadi ibu rumahan, yang banyak waktu di rumah, yang menjadi orang pertama yang tahu apa saja yang terjadi dengan anaknya. Saat pertama kali ia mengucapkan kata, saat ia bisa duduk sendiri, saat pertama kali ia melangkahkan kaki-kaki mungilnya, dst. Saya bahagia menjadi orang yang selalu ada di dekatnya.

Haura… Gadis kecilku ini adalah cahaya kebahagiaanku. Bersamanya membuat hidupku lebih bermakna. Di usia menjelang 4 tahun ini, ia suka bercerita tentang segala hal yang baru ia alami, ia inginkan ataupun yang ia sukai. Segala hal menjadi istimewa dan menarik baginya. Saya suka menahan geli, jika mendengar doa-doanya yg polos, lucu dan ada-ada saja. Begitu indah dan simplenya dunia yg ada dalam pikiran anak2. Membuatku belajar untuk tidak memaksakan kehendak, walau kenyataannya tanpa sadar kita suka menuntut anak seperti gambaran yg kita inginkan/pikirkan. Maafkan umi ya nak…

Haura… Ada-ada saja tingkah polahnya yang bagi saya seorang ibu muda selalu mengagumkan. Mulai dari tingkahnya yang lucu, curious, sok tahu bahkan sampai yang nyebelin sekalipun, seperti saat dia sedang ngambek, rewel, kolokan dan tidak mau berbagi. Bagaimanapun nakalnya ia hari itu, pandanglah wajahnya saat ia terlelap, duh… begitu sejuk dan menentramkan hati.

Thank You Allah, Alhamdulillah…

Terimakasih Allah yg telah memberikanku seorang suami yg baik dan seorang putri yg menyenangkan hati. I’m Happy being a mom…

GARA-GARA TELAT


Berhubungan dg manusia itu bisa dibilang gampang-gampang susah. Karena karakter manusia itu beraneka ragam, sehingga saat kita merasa nyaman dg satu karakter tertentu tapi bisa jadi tidak nyaman dg karakter yg lain. Tapi itulah indahnya kehidupan ya, manusia dg berbagai keunikannya, membuat perbedaan2 yg ada menambah dinamika hidup. Coba bayangkan jika hidup ini terdiri dari sesuatu yg sama semua, bukankah terasa membosankan dan monoton.

Saat kita berkenalan, berteman dan berhubungan dg orla, pergesekan antara karakter2 yg berbeda pasti ada. Ada orang yg easy going, mudah memaafkan, ada orang yang pendendam dan sulit memaafkan orla, juga ada orang yg mudah marah tp juga mudah baik kembali, dll. Ada orang yang dominan, yang suka menguasai pembicaraan, sampai2 ia lupa memberi kesempatan temannya berbicara. Ada orang yang suka meremehkan orla karena mengganggap dirinya lebih hebat, entah karena lebih pintar, lebih kaya ataw lebih sukses. Ada orang yang selalu merasa benar, yg kayak gini tidakkan pernah bisa diberi masukan apalagi kritik. Ada orang yg gampang terbawa arus, yg tipe gini paling gampang dipengaruhi karena kemana tren bergerak dia akan mudah terbawa kesana. Ada juga orang yg polos dan lugu, yg dg kepolosannya seringkali membuat kita tertawa, sampai membatin, zaman giniii masih ada ya yg berpikir sepolos itu,hehehe… Tp menyenangkan juga berteman dg orang yg polos, biasanya mereka jujur dan memegang amanah, serta apa adanya. Ada lagi orang yg simple, sederhana dan tidak neko-neko, ini karakter yg saya suka. Saya juga sangat kagum dg orang2 yg punya rasa kepedulian yg tinggi pd orla, merekalah yg selalu saya ingat tiap kali saya merasa terhimpit, merekalah yg membuat saya terpacu utk lebih peka pd orla. Ada orang yg pandai mengatur waktunya dg baik, tipe yang menyenangkan saat bekerja bersamanya. Satu lagi, ada juga tipe orang yg maunya dimengerti terus, tapi tidak peduli /tidak mau mengerti keadaan orla. Yg tipe kayak gini nih, yg paling saya tidak suka di antara semua karakter orang yg menyebalkan. Soalnya yg tipe kayak gitu itu suka bikin cape dan pegal hati. Mrk selalu ingin diperhatikan terus, tanpa mau tahu keadaan kita saat itu gimana, kadang suka gak liat2 situasi saat minta tolong.

Tapi begitulah kehidupan ya, seringkali kita mengalami hal-hal yang gak enak dalam berteman, tapi yang menyenangkan juga banyak. Berteman memang butuh perjuangan dan pengorbanan juga. Kadang kita harus berjuang mengalahkan ego kita demi menjaga persahabatan tetap langgeng. Berjuang untuk berlapang dada dan memaafkan.

Saya jadi teringat, beberapa waktu lalu sempat mengalami konflik dg seorang teman. Waktu itu kami berlima (semua ibu-ibu yg memiliki anak) janjian jam 8 pagi di suatu halte untuk mengunjungi teman kami yg sakit. Dua orang ibu datang on time beserta pasukan ciliknya (3 anak kecil plus satu bayi), tak lama saya dan putri saya datang, dan tak berselang lama kemudian teman yg membawa mobil dg 3 anaknya pun datang. Tunggu demi tunggu, satu orang teman kami tak jua muncul, padahal sdh ditelp dan dijawab dg berbagai alasan, intinya kami diminta sabar menunggu,dia sedang bersiap-siap. Waktu ditelpon pertama kali, dia masih masak, pas ditelp lagi, masih menyuapi anaknya, ditelp lagi, masih memandikan anaknya. Pdhl dia sudah telat hampir 1 jam dan 7 anak di dalam mobil mulai gelisah dan rewel, kok mobil gak jalan2, sang bayi pun mulai menangis. Saat terakhir ditelp (sdh 1 jam telat), dia bilang baru akan berangkat dari rumahnya. Padahal perlu waktu lagi, paling cepat 15 menit kami harus menunggunya lagi. Dalam keadaan begitu, akhirnya dg berat hati kami memutuskan untuk meninggalkan teman kami itu. Tp ternyata hal itu membuat teman saya marah, dia tidak terima ditinggal. Sepertinya dia gak sadar sudah telat 1 jam dan merugikan orla. Saya berharap kejadian itu dapat menyadarkan dia untuk lebih menghargai waktu dan juga belajar menghargai orla. Kami semua ibu-ibu yg sama-sama punya anak kecil, tapi kami sudah prepare menyiapkan anak-anak sejak pagi dan berusaha datang on time. Apapun alasannya, seharusnya kita tak boleh menuntut orla mengerti kita, jika kita sendiri tak pernah mau mengerti kondisi orla. Setelah kejadian itu, walaupun kami sudah meminta maaf, teman saya masih belum mau memaafkan. Ya, itulah harga yang harus dibayar. Gara-gara telat, berantakan semua kan? No comment lagi ah…

Berhubungan dg manusia memang unik, membuat saya belajar mengenal berbagai karakter orang, baik yg menyenangkan ataupun tidak.

Selasa, 27 Januari 2009

PILIH-PILIH SEKOLAH ANAK


Sebagai seorang ibu, wajar jika kita ingin memberikan yang terbaik untuk sang buah hati. Tapi kadangkala keinginan dan harapan harus juga sebanding dengan kebutuhan dan kemampuan. Jangan sampai hanya karena memenuhi ambisi sang ibu, anak menjadi korban, karena terpaksa/dipaksa melakukan sesuatu yang telah dipilih orangtuanya.

Waktu Haura berusia 2 tahun lebih, dia sudah ingin sekali sekolah. Tiap kali melewati TK dekat rumah, atau sedang melintas melewati TK yang lain, dia akan berucap, ”Itu sekolahku ya mi…”. Sampai-sampai saya tidak tega dan berjanji padanya “Iya nak, nanti kalo Haura sudah 3 tahun ya baru sekolah.” Maka ketika Haura sudah berusia 3 tahun, mulailah ia sekolah playgroup di dekat rumah. Selain Haura sendiri yang memiliki keinginan untuk sekolah, saya pikir hal ini juga baik untuknya belajar bersosialisasi dg teman2 sebayanya.

Saya pribadi memang tidak ingin membebaninya dg sekolah, saya ingin putri saya bahagia tanpa banyak tuntutan dari kami orangtuanya, saya ingin dia menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri. Banyak ibu yg ingin menyekolahkan anaknya agar cepat bisa membaca dan menulis di usia dini, padahal tidak semua anak bisa begitu. Setiap anak punya kecerdasan mereka masing2. Bisa jadi kakak beradik pun tidak sama kecerdasannya, kalo sang kakak bisa membaca di usia 3 thn, dan si adik di usia yg sama tidak terlalu ‘ngeh’ dg huruf2 alphabet, bukan berarti sang adik lebih bodoh dari sang kakak. Pdhl di sisi lain si adik lebih peka pd orla, lebih mandiri dlm mengurus dirinya, dst. Kita lebih sering melihat orang dari kecerdasan intelektualnya, daripada hal positif lainnya.

Berkaca dari pengalaman pribadi, sejak kecil saya selalu dituntut menjadi juara kelas, walaupun hal itu positif sehingga membuat saya terpacu untuk selalu jadi yang terbaik, tapi ada juga suatu fase dimana saya merasa tertekan saat saya gagal memenuhi harapan ortu. Memang suatu yang wajar, jika ortu bangga dg prestasi anak secara akademik, tapi sebenarnya kecerdasan itu tidak melulu didapat dari apa yang tertulis di dalam rapor. Ada kecerdasan2 lain yg juga patut kita apresiasi/hargai. Kata para ahli nih, ada 10 ruang kecerdasan ataw bhs kerennya Multiple Intelligence, yaitu: Kecerdasan Berbahasa, Kecerdasan Matematis, Kecerdasan Sebab-akibat (Logika), Kecerdasan Spasial-visual (kecerdasan yg berhubungan dg bentuk, ruang dan warna), Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Interpersonal (pandai membuka dan memelihara hubungan dg orla), Kecerdasan Intrapersonal (peka thd dirinya, sng mengintrospeksi dan merenung), Kecerdasan Spritual, dan terakhir, Kecerdasan Finansial (kecerdasan dlm mengelola keuangan).

Lho, apa hubungannya ya multiple intelligence itu ama pilih sekolah? Ada juga lah, hehehe... sedikit sok tahu nieh. Menurut saya, kalau sejak dini sudah kelihatan apa kecendrungan sang anak, tentu jadi memudahkan ortu memilihkan sekolah utk anak yg selaras dg kebutuhan dan kemampuannya. Walah, makin ngejelimet aja kata2nya, hahaha…
Orangtua biasanya lebih mengenal anaknya shg kurang lebih tahu apa kelebihan, kesukaan dan kecendrungan anak. Tapi kalau anak kita masih belum terlihat jelas apa kecendrungannya, apalagi di usia 2-3 tahun, coba lihat sesuatu yg menonjol dari anak (bawaan lahir misalnya), ada anak yg mudah hafal lagu walau baru beberapa kali mendengar, ada anak yang cepat bisa jika diajari mengenal bentuk sehingga di usia dini sudah bisa membaca, ada anak yang pandai berbaur, sejak bayi tidak rewel dan ramah pd orla walaupun baru dikenalnya, dst. Ya, susah-susah gampang deh…

Dulu saat saya memasukkan Haura ke playgroup, saya hanya melihat secara fisik ruang kelasnya baik, tercukupi untuk kebutuhan gerak anak, jumlah murid juga cukup (tidak terlalu banyak), alat peraga dan permainannya cukup baik, biaya sekolahnya juga terjangkau serta lokasinya dekat rumah. Tapi setelah sekolah berjalan, dari yang awal-awal sekolah sangat bersemangat, lambat laun (beberapa bulan kemudian), Haura terlihat bosan untuk sekolah. Maka saya mulai mengamati lagi bgmn Haura di kelas, ada beberapa hari, dlm satu hari penuh saya mengamati dari luar kelas bagaimana interaksi Haura dg temannya, jg interaksi guru thd murid2nya. Ternyata, waktu memilih sekolah, saya kurang jeli melihat apa-apa saja nantinya aktivitas dalam kelas, apa saja mainan atau alat peraga yg disediakan, dan bgmn kecakapan dan kreativitas gurunya di kelas.

Sebenarnya Haura mudah mengikuti pelajaran di sekolah, dia juga mandiri, tapi Haura termasuk anak yg moody dan mudah bosan, apalagi jika pelajaran hari itu kurang menarik baginya. Misalnya ketika apa yg sedang diajarkan gurunya, dia sudah bisa melakukannya. Kalau sudah begitu, Haura menjadi pendiam, tidak aktif/ malas berpartisipasi di kelas dan mencari kesibukan lain seperti bercanda dg teman ataw sibuk main sendiri dg imajinasinya. Makanya untuk anak balita, kecakapan dan kreativitas guru turut mendukung suasana belajar anak. Guru jeli saat melihat anak2 bosan/ tidak tertarik dg pelajaran saat itu, ia pandai membangun suasana kelas shg anak2 kembali enjoy di kelas dan berpartisipasi. Guru juga komunikatif shg anak merasa dia diperhatikan keinginannya, bukan dipaksa/terpaksa melakukan tugas karena ancaman. Maka pelajaran kedua yg saya dapatkan adalah carilah sekolah dimana para guru terbuka terhadap ortu (ada komunikasi terjalin, ada pertemuan2 rutin di luar jam sekolah) shg gap antara guru dan ortu bisa diminimalisir, ortu dan guru bisa bekerjasama utk kemajuan anak.

Masalah pendidikan anak memang tidak bisa sepenuhnya kita berikan di sekolah, karena pendidikan anak yang utama adalah dari orangtuanya. Itulah mengapa harus ada keselarasan dalam mendidik baik di rumah dan di sekolah, ada kerjasama dan komunikasi yg baik antara guru dan orangtua. Sbg contoh, ketika anak di sekolah diajarkan tutur kata yg baik, tapi di rumah dia biasa mendengar dan mendapat kata2 yg tidak baik, jangan salahkan guru jika anak kita sering ditegur. Atau ingin anak sholeh, di sekolah anak diajarkan sholat dan mengaji tapi di rumah, ortunya jarang sholat dan tidak pernah mengaji, tentu tanpa diminta anak akan menjadi sama seperti ortunya. Menjadi orangtua yg baik memang butuh perjuangan. Berjuang dan terus belajar untuk memperbaiki diri. Seperti apa anak kita kelak, tergantung contoh nyata ortunya.

Kamis, 22 Januari 2009

DEMAM SEPEDA RODA DUA & RUANGAN TANPA SEKAT


Anak-anak memang selalu senang bergerak, mereka pun tak bisa bermain sepanjang hari dengan satu jenis permainan. Saya suka memperhatikan Haura dan teman bermainnya, jika mereka mulai bosan dg permainan yg ada, maka mereka mulai menciptakan permainan yg baru, sampai mereka bosan lagi dan punya permainan lain yg baru lagi. Saya pikir hal tsb dapat membuat mrk kreatif. Kadangkala ada juga saatnya satu jenis permainan mendominasi selama berjam-jam lamanya, tapi tidak akan pernah bertahan lama sepanjang hari hanya dg main itu-itu saja. Mungkin pendapat saya ini tidak mewakili semua anak, karena objek pengamatan saya ya putri kecil saya itu yg masih di tahap balita.

Seperti beberapa waktu ini, hampir satu pekan, Haura dan kak Meru lagi senang2nya main sepeda roda dua. Khusus untuk Haura sebenernya roda tiga (ada 1 roda kecil bantuan, karena Haura blm pede ketika roda kecilnya dilepas). Setiap hari, mereka berdua begitu bersemangat menunggu waktu main sepeda tiba (soalnya mereka baru diizinkan main di luar rumah di waktu sore hari). Kadang peserta bertambah satu, temannya Haura, si Idham yg usianya lebih tua 8 bln dari Haura. Idham sudah jago bermain sepeda roda dua. Maka mereka bertiga akan bermain sepeda bolak-balik di jl.juragan Sinda IV sampai habis tenaga dan berpeluh keringat, berjam-jam lamanya tak terasa bagi mereka yg sedang bersemangat, sekan tenaga tak ada habis-habisnya. Dan permainan tsb pun kadang harus berakhir saat salah satu dari mereka dipanggil pulang. Usai bersepeda, kadang saya mencuci roda sepeda Haura, karena Haura juga senang bermain sepeda mininya di dalam rumah. Kebetulan rumah saya antara ruang tamu, ruang keluarga dan ruang makan tidak dibatasi sekat pembatas shg ruangan terasa luas, selain karena peletakan perabot rumah seperti sofa dan meja makan yang berada di pojok ruangan sehingga membuat anak2 leluasa bermain sepeda kecil, magic car dan mobil mini di dalam rumah. Tapi, polusi suaranya itu loh, haduh, kalo mrk sdg main, bising banget, tapi lama2 sih saya terbiasa, hahaha…

Pernah ada teman yang berkunjung ke rumah, dan bertanya kenapa saya tidak menyekat tiga ruang tsb agar lebih rapi, tidak blong (memang dari sofa di ruang keluarga bisa terlihat jelas seisi rumah kecuali kamar tidur ortu dan wc). Saya jawab karena saya masih punya anak kecil. Saya ingin anak2 bebas bereksplorasi dg ruangan yg luas. Dan hal tsb juga memudahkan saya yang single fighter di rumah (tanpa mbak prt), sambil beraktivitas tp tetap dapat mengawasi Haura dan teman mainnya. Saya pribadi, kurang merasa nyaman, jika Haura main di luar tanpa pengawasan. Haura masih 3.5 thn, saya masih khawatir kalo2 ada orang jahat, takut diculik atau takut Haura tertabrak motor/mobil, karena rumah kami bukan di komplek tapi di lingkungan rumah penduduk yang jalannya bebas dipakai siapa pun, apalagi motor-motor yang lewat depan rumah kami itu suka sekali ngebut, mungkin karena daerah gang kami cukup sepi dan beraspal. Maklumlah ibu-ibu suka parno alias paranoid,hehehe…

Ruangan yg blong bagi saya saat ini sangat berguna, karena saya bisa membaca atau utak-atik komputer ataupun menonton TV di ruang keluarga, bahkan sambil memasak dan mencuci piring di dapur dapat saya lakukan sambil tetap mengawasi anak2. Memang ada beberapa pekerjaan rumah yg tidak bisa dikerjakan selama anak2 sedang bermain, seperti menyetrika baju dan mengepel lantai. Itu saya kerjakan di saat Haura tidur. Untuk TV, saya cukup selektif, jika anak2 sdg asyik bermain di dalam rumah, saya hanya menonton acara yg aman utk anak2, seperti acara good morning, apa kabar Indonesia, wisata kuliner, harmoni sehat, siraman ruhani, news, dll, tdk boleh ada adegan kekerasan baik fisik maupun verbal, tidak boleh nonton sinetron apalagi gosip, karena walaupun anak tidak ikut menonton tapi dia bisa mendengar dan mencontoh ibunya. Sebisa mungkin memberi pembiasaan pada anak mana yg boleh ditonton, mana yg tidak. Alhmd, putri saya pun mengerti aturan yg saya terapkan. Bahkan jika sedang menginap di rumah nenek, dia akan spontan berkomentar jika melihat tayangan yg tidak baik, seperti saat neneknya nonton sinetron “Nek, itu gak bagus..” Hahaha…

Back to topic ruang tak bersekat, saya pikir tiap orang bisa berbeda-beda dalam mengatur rumahnya, tergantung selera, kenyamanan dan kebutuhan. Mungkin jika Haura dan adik2nya sudah besar, rumah kami bisa dibuat lebih tertata (bersekat, jelas organisasi ruangnya), karena setelah menanjak remaja, anak-anak biasanya lebih butuh space pribadi seperti kamarnya sendiri untuk diuprek-uprek sesuka mereka. Ya, flexible aja lha yaaa…

HAURA, PALESTINA DAN ORANG-ORANG KERDIL


Haura, gadis kecilku yg 4 bulan lagi genap berusia 4 tahun, sudah 2 pekan ini sedang bersemangat dg berbagai hal tentang Palestina. Jika saya sedang menonton TV-One dan ada iklan tentang Palestina, dia akan berlari mendekat dan berkata ”Palestina, kasian ya, mi…” Tentu saja dia berucap begitu karena pernah bertanya tentang Palestina.

Suatu hari menjelang tahun baru, umi dan ayah menonton acara berita di TV-One, ternyata liputan ttg pemboman Israel thdp Palestina. Kita pun jadi terlibat pembicaraan yg ternyata didengerin Haura, yg lagi curious itu. “Kenapa sih Mi, itu?” saat itu sedang ditayangkan rumah sakit di Gaza yg rusak, di ruang ICU itu terbaring seorang anak kecil, kaca-kaca jendela di atas tempat tidurnya pecah, kaca berserakan di lantai. “Kasihan ya nak, kakak itu sakit. Jendela kamarnya pecah kena bom,” kataku. “Iya, kasian ya mi…” usai berkomentar ia pun kembali ke kamarnya sibuk bermain bersama boneka-bonekanya lagi.

Di hari yang lain, dia bertanya, “Mi, Palestina itu apa?” maka saya berusaha menjawab dg sesuatu yg semoga bisa dimengerti dia, “Hmm… Palestina itu Negara. Benderanya ini (saya tunjukan bendera Palestina kebetulan sedang tayang di TV), kalo kita itu orang Indonesia, benderanya merahputih.” jawab saya yg dibalas anggukan Haura, ”Ooh…” Lalu seperti biasa Haura pun kembali sibuk dg mainannya. Memang semakin tambah usia, anak balita makin banyak bertanya, makin kritis dan ingin tahu dg keadaan sekitar.

Ketika pada suatu hari Haura ikut aksi damai solidaritas mendukung Palestina, dia begitu bersemangat. Bangun tidur langsung minta mandi, “ayo mi, kita ke Palestina.” Haduh, lucu dan polosnya, padahal di hari biasa dia paling malas disuruh mandi, hehehe… Usai acara, Haura minta dibelikan lagu (nasyid Shoutul Harakah yg menceritakan perjuangan bangsa Palestina) yang tadi dia dengar saat aksi, Haura memang senang bernyanyi. Jadi ayah mencarikan, dan setelah dapat, Haura senang sekali, setiap sore usai bermain sepeda, dia mendengarkan nasyid tsb dg keceriaan khas anak-anak, bernyanyi sambil melompat-lompat. Bahkan saat neneknya (ibuku) menelpon (Haura itu suka banget ngobrol lewat telpon dg neneknya dan mbak Fira, sepupunya yg TK), eh bukannya ngobrol, malah sepanjang telpon, dia nyanyi lagu ”Harapan itu Masih Ada”, sampai-sampai ibuku tertawa geli dan berkomentar “Haduh, cucu nenek, kecil-kecil jadi mujahidah ya…” Hahaha…

Selain semangat bernasyid, Haura juga suka bermain peran bersama kakak sepupunya, main perang2an melawan Israel. Maka merekapun bergaya bak jagoan, kepala diikat tulisan ”Save Palestine”, si kakak yg berusia 7 thn membawa senapan mainan, sedang Haura membawa bonekanya, kadang juga Haura membawa kotak peralatan dokternya. Kalo jadi dokter, Haura mengobati kak Meru jika tertembak Israel. Kalo sama2 jadi pejuang sibuk berdarderdor. Dasar anak2, ada-ada saja gaya mereka, imajinasi mereka bisa bermain sesuka hati. Saya suka tertawa geli melihat tingkahpolah mereka.

Memang tragedi kemanusiaan di Gaza Palestina membuat siapa saja yang lembut hatinya utk merasa trenyuh, sedih dan berempati. Apalagi ketika melihat bayi, anak-anak kecil serta wanita-wanita yang menjadi korban terbanyak. Dunia pun terhenyak, seakan baru tersadarkan dari sesuatu yang sebenarnya sudah lama berjalan sejak puluhan tahun yg lalu, sejak Israel merasa berhak atas Negara Palestina, sejak Zionis mengusir paksa para penduduk Palestina dg moncong senjata dan bombardir bulldozer, dan setelah sedikit demi sedikit tanah Palestina berhasil mereka rampas, Israel mendirikan pemukiman2 utk warganya, maka wajar jika Hamas ingin memperjuangkan hak mereka mempertahankan Palestina sbg Negara yg merdeka.

Sungguh ironis melihat wajah dunia saat ini. Saat power masih dipegang oleh Amerika yg merupakan sekutu Israel. Walaupun dukungan terus mengalir utk rakyat Palestina dari berbagai penjuru dunia, bahkan oleh negara2 Eropa yg mayoritas beragama nasrani. Tapi di sisi lain, negara2 Arab dan negara2 bermayoritas penduduknya islam masih terlihat setengah hati dlm mendukung kemerdekaan Palestina,belum juga menemukan kata sepakat untuk secara ril menolong saudaranya. Bahkan di Palestina sendiri, daerah tepi barat yg mayoritas pendukung Fattah, seperti ”tidak peduli” dengan penderitaan saudara2 mereka di Gaza. Sebuah ironi bahwa kepentingan politik lebih mendominasi kepedulian terhadap sesama. Tapi inilah wajah dunia.

Di Indonesia pun beragam tanggapan atas tragedi Palestina ini. Dari yang mulai bersimpati, yang tidak peduli, bahkan sampai ada yg menghujat. Yg bersimpati, mengadakan penggalangan dana, rela menyisihkan hartanya, berdoa bersama, dan yang paramedis tergerak menjadi relawan kemanusiaan. Sedang yang tidak peduli, menganggap beban hidup disini saja sudah berat, kenapa harus memikirkan Negara lain, dst. Sedang yang mencibir orang2 yang ingin membantu rakyat Palestina sebisanya, mengganggap itu hanya karena kepentingan politik, agar menang pemilu, karena riya (pamer), dst. Bagi saya pribadi, orang2 yang mencibir itu sebenarnya hanyalah orang2 yang kerdil, orang2 yang tidak bisa dan tidak mau berbuat tapi hanya bisa mencari2 kesalahan orla. Kalo kita bersikap tidak peduli, itu hak anda pribadi, begitu pula yg ingin peduli adalah haknya pribadi juga. Kita seharusnya belajar saling menghormati perbedaan. Kenapa harus menghujat orang yang ingin berbuat baik?

Dan jawabannya saya rasa tergantung pada dimana hati kita berpijak. Seperti yang dijelaskan pak Mario Teguh di acara the Golden way sesi “Heal the World”, bahwa hati manusia itu terdiri dari dua titik, titik hitam dan titik putih. Titik putih yang mengajak kepada kebaikan, hal2 optimis, berpikiran positif, dst. Yang titik hitam mengajak kepada keburukan, pesimistis, mudah berprasangka buruk, dst. Titik tsb bisa diibaratkan sebagai dua ekor anjing peliharaan, si hitam dan si putih. Yang manakah yang lebih sering diberi makan oleh kita, itulah yang mendominasi hati kita.
Ayo, kita lebih sering kasih beri makan si putih atau si hitam? Hohoho…

Rabu, 07 Januari 2009

PILIHAN MJD FREELANCER

Alhmd, November 2008, dapet kerjaan freelance, revisi en nambah gbr2 kartun utk buku AMPUH mjd cerdas tanpa batas, terbitan Elex media komputindo (kelompok penerbit gramedia), dulu pertama kali terbit bulan Juli 2002. Skrg masuk cetakan ke-6, en si bpk penulis pingin ada penambahan ataw perubahan pada gambar2 kartun di buku itu.

Awalnya sih, gak masalah. Malah seneng, kayak dapet tantangan baru. Tapi... setelah dijalanin mulai ada mslh2 kecil. yang mencuat adalah masalah perbedaan kondisi.

Kondisiku saat ini kan seorang ibu rumahan, praktis urusan rumah yg nomor satu, en ternyata jadi ibu RT itu menyenangkan bgt, terutama bisa melihat en ngedampingin my little girl di tahap golden agesnya ini bener2 karunia buatku. Hampir-hampir, saya lupa dg aktivitas di masa lalu, seperti gambar kartun itu, makanya mulai gambar lagi jadi tantangan buatku. Waktu dulu sering dapet job gambar, kondisinya saya masih single, masih kuliah, jadi gak perlu repot urusan masak, cuci, setrika, dst. Fokus utk kuliah en kelarin tugas gbr. Mo makan udah tersedia, masalah baju, ada mbak sam yg cuci en setrikain. Nah, pas skrg ini, saya sendiri yang masak, cuci ampe setrika, blom ngurusin Haura, kalo gak disuapin, gadis kecilku itu suka makan lauknya doang, nasi en sayur pasti masih utuh. Atau itu anak keasikan main, ampe lupa makan. ya begitulah... repot tapi menyenangkan.

Tapi saya udah bertekad harus bisa menyelesailkan tugas gambar ini. Inilah pilihan dan saya harus bisa menanggung segala resikonya.

Hari pertama mulai gambar, dung..dung.. semangat 45, menyiapkan meja gambar dg rapi berikut kertas putih dan peralatan gambar. Lalu mulai membaca secara cepat buku AMPUH utk membantu mengingat memori yg lama tersimpan.

Tapi... ternyata gak semudah itu...
Blom apa-apa kok rasanya buntu, baru mulai pegang pensil mo bikin sketsa,eh otak buntu,gak dapet gambaran apa yg mo mulai digambar, gak ada mood buat gbr. Maka pekerjaan tsb pun tertunda lagi.

Nah, pas lagi dateng mood-nya, si cantik haura mulai
ribut ikut-ikutan minta gambar. Kadang Haura udah anteng, eh ada lagi gangguan dari keponakan sebelah rumah. Lengkaplah sudah gangguan di pagi hari, siang hari serta sore hari yg cerah. Walhasil tidak ada satupun gambar yg bisa tertoreh di lembar kertas putihku ini. Malam hari, saat para anggota keluarga terlelap, aku pun dg manis ikut tertidur pulas, zzzz...

Maka, hari berganti hari, dan tenggat waktu sudah dekat, deadline sudah di depan mata, ya ampun, kalo kyk gini, kerjaan gak kan petrnah kelar. Suami pun sampe bosan mengingatkan, "Hayo Luy, gambar...". Tapi gak ada yg salah dg gangguan anak2, anak-anak ya tetap anak-anak, wajar mereka ingin diperhatikan, ingin diajak main, wong sehari-hari juga sama ibunya ini. Inilah pilihan, bekerja di rumah. Berarti harus mampu mengendalikan diri, mengontrol waktu. Ternyata beklerja di kantor itu lebih mudah, fokus dg pekerjaan tanpa ada gangguan berarti seperti mereka yg bekerja di rumah tanpa khadimat pula. Akhirnya daripada berkeluhkesah tanpa ada hasil nyata, saya mulai berhitung. Saya mulai menata lagi manajemen waktu saya. Dan karena waktu yg tersisa sudah terlalu mepet (tinggal 5 hari lagi), jadi saya harus bisa mengejar ketertinggalan. Bekerja di malam hari adalah jawabannya.

Sblm Haura bangun pagi, usai sholat subuh dan tilawah, kuselesaikan semua pekerjaan rumahtangga, Haura bangun, saya mandikan, menyuapi dan bermain bersama dia seperti biasa. Saat Haura tidur siang saya menyetrika baju. Lalu sore, Haura bangun, mandi, dan suami pulang kerja, Haura sama ayahnya, aku selesaikan pekerjaan rumah hari ini yang belum kelar, malamnya sambil menemani Haura bobo, dg sebelumnya bacain dia buku cerita, aku langsung cabut tidur, tidak ada acara nonton menemani suami, lalu pasang beker bangun jam 1 mlm, lgs dipake buat kelarin tugas gbr, terus begitu... Sehingga dlm waktu 5 hari, kelar sudah tugas ganbar.

Hari itu deadline pun tiba, kepala rasanya udah gak karuan, ngantuuuk... badan mulai terasa gak karuan, kayak orang mauk angin, gak nafsu makan, yg terbayang di otak cuma kasur. Malah haura terlihat ceria banget pagi itu. Alhmd, ada sms dari kak Baban, dia minta janji ketemu diundur jadi besok, alhmd... akhirnya hr itu gw en haura langsung berangkat krmh ortu, nginep! Alhmd suamiku orangnya baiiikk bgt, dia gak masalah kalo aku mo nginep krmh ortu kpn pun aku mau. Sampe disana, titip Haura en gw pun balas dendam... tidur booo... Abis udah berhari2 tidur cuma 3-4 jam tiap hari, kebayang kan ngantuknya, hehehe...

Alhmd...udah kelar gambarnya.. dg perjuangan tahan kantuk tiap malam, hehehe...

Hidup memang pilihan ya, sepatutnya setelah kita memilih kita gak boleh berkeluhkesah, tapi namanya jg manusia yg dhoif (lemah) jd ada cobaan dikit aja udah bikin festival airmata, udah nganggap hidup kita ini paling sengsara di dunia (biasa mendramatir keadaan deh). hehehe...

Dari tadi kan saya ngomong masalah susahnya jadi ibu freelancer. Tapi enaknya juga ada donk, kadang (tergantung jenis pekerjaannya), fee satu-dua minggu hampir sama dg gaji satu bulan kerja kantoran. Enak kan? nah, para ibu, ayo gunain kesempatan yg ada, jd freelancer itu enak lho... Apalagi kl ordernya lancar, hehehe...