Rabu, 06 Mei 2009

KASIH SAYANG GURU


Berhubungan dengan anak-anak dg berbagai tingkah polahnya ternyata menyenangkan. Banyak yg bisa dipetik saat melihat kepolosan dan kejujuran mereka.

Tanpa sengaja, saat saya sedang merapikan tas suami, saya menemukan sebuah surat tulisan tangan seorang gadis kecil, usianya 9 tahun. Penasaran, saya baca tulisannya. “Pak Damsir, meskipun bapak sudah tidak ada di sekolah, tapi bapak tetap ada di hati kita semua. Pak, aku akan selalu mengingat bapak.”

Surat tsb adalah perwakilan surat-surat lainnya yg ternyata sangat banyak didapat suami dari murid-muridnya saat ia memutuskan pindah sekolah. Lucu, polos dan tulus… Saya baru menyadari ternyata suami saya begitu dekat dg murid-muridnya. Saat perpisahan formal yg diadakan di sekolah, murid2 kelas 4 dan 5 menangis sesenggukan saat suami saya memberi sepatah kata, tak sedikit orangtua murid yg hadir pun menitikkan airmata. Padahal suami saya bukan guru kelas ataupun guru bidang studi, dia seorang kepala sekolah, tapi murid-murid ternyata sangat dekat dgnnya. Dulu saat saya masih SD, saya tidak dekat (malah takut) dg kepala sekolah.

Saya perhatikan memang suami saya itu seperti punya “magnet” dg anak-anak. Ada chemistry yg terjalin antara dia dg murid-muridnya. Suamiku itu mudah sekali akrab dan dekat dg anak-anak, bahkan yg baru kenal sekalipun. Saat putri saya sedang ngambek, suami bisa menemukan cara yg membuat gadis kecil kami berhenti menangis.

Dulu saya tak pernah membayangkan bersuamikan seorang guru. Karena basic pendidikan saya teknik, saya membayangkan profesi suami saya tidak jauh dari basic saya, tapi Allah mempertemukan saya dg suami yg memang sejak awal berniat menjadi seorang guru dan memilih kuliah di IKIP. Bandingkan dg meraka yang mjd guru karena tidak ada pilihan lain (tidak diterima kerja di perusahaan2) sehingga daripada nganggur akhirnya memilih mjd guru. Tentu,”roh” menjadi gurunya beda, karena motivasi/niat yg mendasarinya juga berbeda.

Walaupun saya berasal dari keluarga guru, tapi saya sama sekali tidak berminat menjadi guru. Saya sadari saya bukanlah orang yang sabar. Rasanya menjadi guru lebih kepada pengabdian dan cinta. Menurut saya, menjadi guru haruslah lahir dari cinta yg dalam terhadap anak-anak didiknya. Kebahagiaan para guru adalah melihat anak-anak didiknya berhasil/mjd orang besar dan sukses.

Waktu membaca Laskar Pelangi dan juga saat menyaksikan film layar lebarnya, airmata saya terus menetes membayangkan perjuangan ibu Muslimah, seorang guru muda di daerah pinggiran, dimana kemiskinan begitu mendera warganya. Kegigihan sang guru dalam keterbatasan dan kegetiran hidup mampu memberi setitik cahaya harapan bagi murid-muridnya.

Tidak ada seorang pun orang hebat di dunia ini yang bisa berhasil tanpa peran serta guru. Kebaikan hati yg telah guru torehkan, akan selalu membekas dalam jiwa setiap anak didiknya.

Menjadi guru ternyata tidak sekedar mengajarkan ilmu, tapi juga mengajarkan keluhuran budi pekerti. Guru adalah contoh nyata para murid-muridnya. Bahkan untuk beberapa kasus, ada anak yang lebih menurut dg perintah gurunya daripada orangtuanya. (07/05/09)